monolog blog

eksistensi

ADSENSE HERE!
Hari terakhir ramadhan, hati ini ingin menyendiri menapaki trotoar kota, setelah satu jam lebih naik bis antar kota sampailah di terminal, dilanjutkan dengan menumpang bis dalam kota. Dengan membayar tarif murah yang pasti/anti konflik rp 4.000 mendapat segar lega dan bersih, andaikan semua transportasi masal seperti ini, kursi format 2-2 dengan ruang kaki yang luas serta hembusan pendingin suhu dan kaca lebarnya menuangkan pemandangan ricuhnya para pembelanja dan pedagang yang menggunakan trotoar dan separuh lebih jalan raya.

Dimulai dengan berjalan kaki dari kantor pos bergaya klasik berdinding tebal di alun-alun lalu terus mengikuti jalan dan sesekali kaget oleh sekumpulan orang bermain “petasan pipa talang air/lodong” hingga tibalah di “viaduct”, sejenak salat ashar di masjid setempat lalu duduk istirahat di tangga masjid dan menatap kereta api berkaca rapat yang melintasi jembatan yang penuh coretan dengan jalan raya dan sungai coklat beserta para pemulung, pemancing dan penggali pasir dibawahnya. Alhamdulillah ya kereta api sekarang sudah ber ac termasuk yang ekonomi.

Perjalanan dilanjutkan menuju balai kota pada trotoar yang aman karna dibatasi taman di tepian jalan, sebelumnya disamping kiri gereja klasik masih asri berdiri sejak puluhan tahun lalu, sebelah kanan ada gedung bank bercat putih nan anggun dengan ornamen-ornamen klasik pula.

Sebenarnya kota ini indah, sejuk dan telah ditata sedemikian rupa, hanya sayang ada sebagian warga dengan “innocent-nya” membuang sampah, mencoret dinding seenaknya. dsb, bila bungkus permen sih mending tapi stereoform bekas nasi bungkus di trotoar?

Kota ini semakin padat dan berisik tapi setidaknya puluhan pohon kenari berjejer rapi yang berusia puluhan tahun, taman rindang pohon karet balai kota yang menghijau dan menjuntai, dan sekolah dasarku dulu diseberang taman ini sudah cukup menjadi surga kecil yang selalu ingin kukunjungi....ya disinlah aku bersama teman sd hingga kuliahku bermain. Disini pula aku bersama kakak, ibu atau ayahku saat.... entahlah tk mungkin jalan-jalan jajan coklat berbetuk koin emas atau membeli es lilin yang dimiring-miringkan gerobak penjualnya.

Tibalah pada suatu masjid yang cukup megah dengan taman batuan granit dan lantai kayu kilau hanya sayang dihiasi botol-botol bekas air mineral berbuka, saat buka telah tiba, tajil, salat, makan. Saat lewat isya ada ratusan orang berkumpul di lantai parkir.....menunggu pembagian zakat?

Anak-anak tertawa bercanda namun bisa diatur dengan duduk rapi berbaris, selebihnya berdesakan, ada orang buta dsb. Entah mereka benar-benar termasuk golongan tak mampu atau berpura-pura tak mampu? Sulit untuk diurai.

Bila ilmu dan harta merata di seluruh lapisan masyarakat, pastilah malu orang untuk berbaris sebagai “penerima” dan pasti selalu ingin menjadi “pemberi”.

Adik-adiku sayang, belajarlah dan yakin tak ada yang tak mungkin di dunia ini, kejarlah beasiswa ke luar negeri bila perlu, tirulah disiplin hidup mereka.

Ampun ya Allah, hamba masih belum bisa berbuat banyak untuk negeri tercinta ini.

Maaf lahir batin
Bandung ramadhan 2014
ADSENSE HERE!

No comments:

Post a Comment

Copyright © taman senja. All rights reserved. Template by CB. Theme Framework: Responsive Design