ADSENSE HERE!
Iklan di media elektronik untuk produk konsumen seperti kopi,
minuman energi menampilkan seorang berseragam rapi berdasi dalam gedung kaca
bertingkat merasa lesu di pagi hari lalu salah satu diantara mereka menawarkan
secangkir kopi lantas yang lain mengikuti dan mereka semangat bekerja.
Iklan minuman energi hampir sama, para eksekutif kantoran yang padat aktifitas di kantor digambarkan fit melanjutkan olahraga seperti tenis lapangan, fitness, lalu aktifitas ranjang.
Iklan rokok lebih bombastis lagi, seorang pria muda melihat suatu selat lalu membuat sebuah jembatan modern dan kawan-kawannya bertepuk sorai atas keberhasilannya pada suatu acara penghargaan saat dia mendatangi acara tersebut dengan mobil sport bahkan helikopter.
Pada benak remaja belia yang lugu akan tertanam bahwa
bekerja itu berseragam necis, berkantor di gedung pencakar langit, jika
berprestasi mendapat penghargaan baik dari teman atau pemerintah, lalu sukses
itu jika mampu membeli mobil sport bahkan heli seharga milyaran rupiah.
Tidak aneh jika para lulusan pendidikan bersaing melamar
pekerjaan pada gedung-gedung ekslusif di
kota-kota besar atau perusahaan-perusaan bonafid karna dibenak mereka disanalah
uang beredar disanalah tempat berkarir menuju sukses.
Padahal dalam keseharian kita disodori pemandangan tukang
bubur, gorengan, mie ayam, nasi goreng, steam motor dst. Hampir semua orang
bisa membuat bubur atau membuat nasi goreng tapi menyajikan makanan nikmat
sehat dan hemat itu tidak mudah. Kita harus cerdas memilih bahan, bumbu dan
memasaknya dengan cepat lezat dan hemat. pedagang-pedagang seperti ini mampu hidup
mandiri dan tidak berpanas-panas di demo di jalan meminta kesejahteraan.
Jika disederhanakan ada dua golongan,
Pekerja dan pemberi pekerjaan atau penerima dan pemberi
upah
Orang yang bekerja untuk orang lain menggantungkan hidupnya
pada orang lain, jika orang yang diandalkannya tidak mampu/mau memenuhi
kebutuhannya dengan layak maka akan kecewa,marah malas bekerja.
Orang yang memberi pekerjaan untuk orang lain otaknya akan
terus berputar agar mampu memberi upah karyawan, menjaga usahanya agar bertahan
berjalan.
“Kabar pasar” sebuah acara di bloomberg channel menceritakan
remaja muda yang memiliki lapak seluas 2 x 2 meter di sebuah pasar ikan di
pesisir pantai. Setiap dini hari anak itu membeli ikan-ikan dari nelayan lalu
pagi harinya para konsumen baik pemilik warung, warung nasi, restorang membeli
ikan padanya. Penghasilannya perhari jutaan rupiah kotor labanya juta rupiah
pula.
Coba bayangkan jika kita karyawan yang untuk dua juta rupiah
saja harus bekerja sebulan penuh tanpa cela, tanpa mendebat bos, berkonflik
dengan sesama karyawan dst.
Ada juga paman kawan saya kerjanya berkeliling kampung, nego
dengan pemilik kolam atau sawah terlantar yang ditumbuhi kangkung. Jika
kangkung sudah siap panen maka kangkung itu dipetik dan dijual langsung dipasar.
Bertahun-tahun rezekinya bergantung dari kegiatan seperti itu.
Tulisan seperti ini bukan hal baru, mungkin pembaca sudah
mengetahuinya tapi sedikit dari kita mau/berani mencobanya. Kita berani beli
ponsel seharga sejuta rupiah atau membeli led tv seharga tiga juta rupiah tapi
belum tentu berani mengontrak 3juta rupiah per bulan suatu tempat usaha. Saya
pernah bertemu dengan perantau yang gaya busana dan bicaranya sederhana sekali
tapi berani mengontrak ruang usaha 2,5jt/bulan untuk usaha basonya.
Karyawan banyak yang hidupnya makmur, berdagangpun belum
tentu jaminan makmur, intinya semua harus profesional. Saya hanya mengingatkan
bagi diri sendiri juga berbagi ilmu bahwa menunggu itu menghabiskan waktu,
berharap itu bisa berujung kecewa, meminta itu kadang membuat kita merasa
terhina. Skill hebat anda bisa saja tidak dihargai, waktu pengabdian anda pada
perusahaan malah mengabaikan keluarga yang benar-benar mencintai anda.
ADSENSE HERE!
Halo sobat saya depal dari depal.info :)
ReplyDeletetapi di samping itu, ada juga yah iklan semacam komunikasi kebudayaan, contohnya salah satu produsen susu, iklan ini cukup terkenal waktu itu:
yang itu lho, anak kecil dari sunda (yang cowo), terus yang cewenya orang kota, anak cowonya bilang :
Ini Teh susu...
Terus kata anak kecilnya jawab
Susu koq di bilang Teh!! ha ha ah, itu iklan smart banget, mengkomunikasikan semacam distorsi bahasa dan budaya ... :))
Tapi sisanya bener juga yang kamu bilang, di tulisan atas... tapi aku tambahin ahh dikit, satu lagi yang berbahaya dari iklan adalah dia sifatnya hipnotis.. berulang2... ulang.. ulang gitu yah??, sip dech sharing yang keren ini mah!! :))
iklan bertemakan budaya salah satunya iklan maskapai penerbangan, atau dulu tahun 90an ada iklan rokok "bentoel" yang menggambarkan indahnya alam indonesia, btw makasih dah mampir ^_^
Delete