monolog blog

be a mosleem

ADSENSE HERE!
Jika kita yakin dengan agama yang kita anut memang sudah seharusnya begitu. seorang muslim yakin agamanya paling sempurna, seorang atheis mungkin tidak tahu atau tidak percaya agama itu wahyu pedoman hidup. dalam penentuan benar salah, seorang atheis tidak merujuk agama bisa jadi hanya pendalaman pemikiran pribadi. jika seorang nasrani yakin agamanya sempurna itu haknya dia.

Sebagai muslim, saya sepatutnya yakin bahwa agama islam itu sebagai pedoman hidup agar selamat di dunia dan bisa bertemu dengan Sang Pencipta Allah swt, bagi saya islam bukan hanya mengajarkan berinteraksi dengan Sang Pencipta tapi hubungan dengan manusiapun pastinya akan dihitung oleh Allah swt. bahkan etika makan, bersuci, mandi, berbicara dengan orang lain semua diterangkan lengkap sekali dalam hadist.

Hampir semua muslim mengetahui bahwa makan itu waktunya sebelum lapar dan berhenti sebelum kenyang, apakah anda tahu bahwa islam itu mengajarkan bahwa lambung itu diisi sepertiga air, angin dan makanan?
apakah anda tahu bahwa etika berbicara itu harus menatap mata (untuk sesama jenis ya) dan jangan menoleh walaupun ada yang lewat?
apakah anda tahu bahwa orang berjumlah sedikit dianjurkan memberi salam pada orang yang banyak? dsb dsb

Saya yakin islam sempurna tapi belum tentu pemahaman saya selama ini benar. apakah saya belajar agama sesuai dengan tuntunan nabi? mengikuti pendapat para sahabat? para ulama-ulama terdahulu.

Semisal, saya pernah mendengar bahwa patung mahluk bernyawa itu haram dalam islam, dalilnya jelas, pendapat mayoritas para ulama pun jelas, anda bisa melacaknya di internet nash-nash, dalil apa saja yang berhubungan, tapi saya pernah dengar juga bahwa dalam penyebaran agama islam kita harus lembut, tidak kaku kasar mengayomi menerangkan secara perlahan. jika seorang pengrajin patung tertarik ingin mempelajari islam lalu kita katakan secara langsung bahwa rezeki yang dapat selama ini haram lalu dia berdosa dan bisa masuk neraka tentunya dia akan kaget dan mungkin tidak tertarik dengan islam bahkan tidak jadi menjadi mualaf misalnya.

Setiap momen yang saya dapati sehari-hari saya berusaha untuk berbaik sangka. saya harus tahu mana yang benar dan salah tapi saya tidak bisa prematur dalam menilai prilaku orang lain. contoh simpelnya begini, seringkali saya melihat seorang ayah dengan putrinya yang masih balita duduk di ruang klinik misal, lalu dia dengan cueknya merokok, secara etika sikap bapak tersebut tidak pantas dan secara medis sikap itu juga merugikan lingkungan sekitar baik pasien lain juga putrinya sendiri.

Sikap bapak tadi jangan saya contoh tapi dibalik itu bisa saja dia tidak tahu etika, ilmu kesehatan tapi bisa jadi dia pekerja keras yang sayang mengantar anaknya yang sakit ke klinik. tidak semua orang itu walaupun dia ahli dalam bekerja, berdagang, bergaul tapi selalu tahu "apa sih yang gue harus lakuin? apa sih yang ngeganggu orang lain?". jika saya selalu melihat kejelekan orang maka saya akan merasa paling benar, suci, pintar padahal diluar sana semua orang mengalami kedewasaan juga hanya di tempat berbeda dan mendapat ilmu yang berbeda pula.

Ayah saya yang berusia 70 tahun itu selalu mengingatkan "hidayah orang itu berbeda jangan melihat keburukannya saja", sedikit demi sedikit saya belajar memahami tapi bukan membiarka, dan kebenaran yang harus saya praktekan.

Mengapa hidup begitu serius, saya tidak begitu serius bahkan dalam mengumpulkan materi pun saya kalah jauh dengan adik kelas misal. seringkali saya takut, tidak tenang semisal saya melihat tanyangan film dokumenter asing tentang fenomena menjadi perawan di dunia barat.  status perjaka dan perawan itu sirna dikala seseorang sudah beranjak baligh. gadis usia 12 tahun dan bocah usia 14 tahun pada umumnya di dunia barat sudah melakukan "coitus".

Orang tua mereka hanya bisa menghimbau tanpa memiliki wewenang dalam menjaga kesucian putra putrinya. jika seorang bocah menyukai seorang gadis, saya mendengar bocah itu bicara "saya ingin menjalin hubungan serius dengannya dan saya ingin beranjak ke level selanjutnya dengan melakukan coitus untuk membuktikan bahwa dia memang serius".

Pemahaman ngawur/bebas seperti itu memang wajar karna jika agama tidak merinci hakikat seorang wanita maka wanita juga orantuanya tidak memiliki pedoman sama sekali dalam hidup. anak perempuan diasuh, disekolahkan, disayang setelah dewasa dibebaskan begitu saja padahal wanita itu perhiasan dan sebaik-baiknya perhiasan adalah wanita shalih.

Walaupun demikian pada keluarga muslimpun masih banyak pemahaman islamnya masih kurang, misalnya seorang ayah masih membiarkan anaknya pergi berduaan dengan pacarnya. bahkan seorang ayah tidak malu meminta tolong pada pacar anaknya, jika kondisi sudah demikian maka sang pacar merasa diberi angin dipercaya dan belum tentu dia amanah.

Ketentraman rumah tangga hanya didapat dengan memiliki istri shalih, istri dan anak yang shalih akan menyelamatkan keluarga bahkan negara dan masa depan peradaban manusia.
ADSENSE HERE!

No comments:

Post a Comment

Copyright © taman senja. All rights reserved. Template by CB. Theme Framework: Responsive Design